PENDIDIKAN NILAI DALAM ISLAM
Edy, S.Sos, M.Pd.I
Dosen STIT-SIFA Bogor
Pendahuluan
Pendidikan menurut
Islam mempunyai kedudukan yang tinggi. Ini dibuktikan dengan wahyu pertama yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang
memerintahkan kepadanya untuk membaca dalam keadaan beliau yang ummi di samping itu, wahyu ini juga mengandung
suruhan belajar mengenal Allah SWT memahami fenomena alam serta mengenali diri
yang merangkum prinsip-prinsip aqidah, ilmu dan amal. Ketiga
prinsip ini sangat penting dan menjadi objek kajian dalam falsafah pendidikan Islam.
Orientasi
pendidikan nilai dalam islam sangat jauh dan melampau pandangan dunia, apapun
namanya sulit untuk menggunakan ukuran-ukuran yang kongkrit karena nilai yang
sesungguhnya adalah tertanam dalam diri setiap mukmin dan bertujuan menjadi
mukmin muttaqin, ukuran ukuran muttaqin
melampaui tujuan pendidikan yang berorientasi sesaat, oleh karena itu pendidikan nilai dalam islam hendaklah
diformat baru sehingga peserta didik tertanam nilai-nilai positif secara
subsatnsi kesadaran dan bukan formalitas belaka.
Agar nilai-nilai
islam tertanam secara baik dalam diri peserta didik maka yang perlu dilakukan
adalah menanamkan keyakinan atau motifasi yang mantap tentag ketuhanan
(aqidah/tauhid) secara baik kepada peserta didik sehingga pertenggungjawaban
manusia sesungguhnya adalah kepada Tuhan bukan kepada manusia
Pendidikan nilai
yang selama ini dilaksanakan adalah nilai-nilai yang tidak membumi sehingga nialai yang tertera pada laporan
pendidikan menjadi kabur manakala dihadapkan pada permasalahan yang nyata hal
ini terjadi karena pendidikan nilai lewat mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) atau sekarang
PKn (pendidikan kewarganegaraan) hanya bersifat hapalan dari sila-sila
pencasila.
Dalam makalah ini
menulis mencoba bersama-sama berdiskusi tentang pendidikan nilai dalam islam
untuk kemudian merumuskan bagaimana pendidikan nilai itu dapat “membumi” dan
diterima oleh peserta didik dalam rangka tanggung jawab untuk menciptakan
masyarakat yang beradab.
B.
Pengertian Nilai
Kata Value kemudian
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
Menjadi nilai kata Value sendiri terambila dari kata
Valere atau da dalam bahasa perancis
kunoValoer namun ketika kata
tersebut sudah masuk kedalam obyek
tertentu dari sudut pandang tertentu
tafsiran harga yang terkandung
didalamnya memberikan tafsiran yang
bermacam-macam
C. Islam
dan Pendidikan Nilai
Quran sebagai wahyu tidak dapatlagi dibantah kebenarannya dalam
memberikan inspirasi kepada umatnya untuk melakukan tindakan tindakan terpuji
tetapi apakah tindakan-tindakan tersebut memiliki teori dan landasan berbasis
pada Quran atau hanya berorientasi sesat. Sejauh mana teori,konsep, pelaksanan,
kegian, dan operasinal yang kita lakukan
. atau lebih jelasnya lihat diagram berikut.
Nilai dalam cakupan luas
|
Tujuan kurikulum
|
Keimanan dan Ketaqwaan Kepada Allah
SWT
(Aqidah)
|
Untuk memperkokoh aqidah beragama dan
mencerahkan fitrah beragama peserta
didik
|
Kebenaran dan keyakinan yang kuat
terhadap hukum hukum
(Syariat)
|
Untuk memperluas pengetahuan dan
kesadaran peserta didik terhadap hukum-hukum agama yang harus ditaati atau
dihindarkan
|
Etika dan Moral beragama
(Akhlak)
|
Untuk melatih peserta didik
berprilaku terpuji baik dalam
hubungannya dengan sesame manusia, alam dan Tuhan
|
Dalam sebuah laporan
yang ditulis oleh A Club of Rome (UNESCO, 1993) nilai diuraikan dalam dua
gagasan yang saling bertentangan disatu sisi nilai dimaknai sebagai nilai
ekonomi yang bersandar kepada nilai
produk, kesejahteraan, dan harga penghargaan yang begitu tinggi kepada
harta atau hal yang bersifat materi dan yang kedua nilai yang abstrak yang sulit
diukur dengan ukuran kongkrit seperti keadilan, kejujuran, kebebasan, kedamaian
dan sebagainya.
Pemahaman terhadap
pemaknaan nilai yang berbeda dilandasi atas perbedaan cara pandang, karenanya
pemaknaan nilai paling tidak memiliki
penekanan pandangan sebagai berikut:
1.
Gordon Allport sebagai seorang
ahli psikologi kepribadian menurutnya
nilai terjadi dalam wilayah keyakinan
yang merupakan tempat yang tinggi dibanding dengan wilayah lainnya seperti hasrat, motip sikapo dan keinginan
karenanya nilai merupakan keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar
pilihannya.
2.
Nilai merupakan patokan normatif
yang mempengaruhi manusia dalam
menentukan pilihannya diantara tindakan alternatif,
definisi nilai ini dikemukakan oleh Kupperman yang merupakan ahli
soisologi yang menjadi penekanan adalah
normatif atau lebih dikenal dengan norma
dimana norma harus dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat.
3.
Value is address of a yes.
Dikemukakan oleh Hans Jonas Kata adrdress
disini bermakna tindakan yang dilakukan individu maupun sosial sedangkan
kata yes merupakan nilai individu seseorang dalam melakukan suatu
pilihan.
4.
Nilai merupakan konsepsi (tersurat atau tersirat yang sifatnya membedakan individu dengan
ciri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan
terhadap cara tujuan antara dan tujuan akhir tindakan depinsi ini dikemukakan oleh Kluckohn.
Mungkin setiap kita
memiliki depinisi tersendiri tentang nilai namun nilai pada dasarnya tidak
lebih dari sebuah ukuran untuk melakukan tindakan yang dilakukan menurut
ukuran-ukuran tertentu.
Batang
Tubuh Nilai
Dalam bidang filsafat nilai paling tidak
dikaji dari tiga bahasan yakni:
1. Ontologi yang membahas tentang hakekat
nilai yang dimaknai sebagai rujukan dan keyakinan untuk menentukan pilihan.
dan Struktur nilai yanng terdiri
dari logis, etis, estetis kenikmatan, kehidupan,kejiwaan, kerohanian,politk
sosial, agama dsb
2. Epistemologi yang meliputi objek nilai yakni agama,
logika,filsafat, ilmu pengetahuan, sikap ilmuah,norma, kebiasaan, karyaseni,
dan lainnya, cara memperoleh nilai
yakni berpikir rasional, logis, empiris,
memfungsikan hati melalui meditasi, thariqat atau intuisi yang shohih, Ukuran kebenaran nilai yakni Lgik,
Theistis, Mistik, Humanis
3. Aksiologi kegunaan pengetahuan nilai misalnya nilai dalam wilayah
filsafat, Ilmu pengetahuan, nilai pada wilayah mistik dan cara nilai
menyelesaikan masalah nilai filsafat pada wilayah baik buruk Ilmu Pengetahuan
misalnya keteladanan pembiasaan dengan mistik seperti wirid, puasa,sholawat
dll.
Nilai dan Norma
Dari depinisi diatas dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya nilai merupakan
sekumpulan kebaikan yang disepakati bersama ketika kebaikan tersebut menjadi aturan dan
menjadi kaidah yang digunakan sebagai ukuran untuk menilai sesuatu maka itulah yang disebut dengan norma
Membungkukkan badan dan
mengatakan punteun meruapakan
adat dalam masayarakat sunda manakala melewat atau berlalu dihadapan orang yang
lebih dewasa atau orang tua dan merupakan nilai, sementara tatacara lewat yang disepakati bersama
merupakan norma
Nilai dan moral
Nilai paling tidak mengandung tiga kaida
yaitu::
1. Intelektual (benar dan salah)
2. Estetika (Indah, kurang indah, tidak indah)
3. Etika (baik dan buruk)
Kejujuran adalah nilai yang baik, ketika kejujuran sudah dimanifestasikan
sebagai tindakan dalam adat kebiasaan seseorang disebut dengan moral.
Perbedaan
cara pandang terhadap nilai mengakiubatkan pemaknaan terhadap sesuatu menjadi
berbeda fenomena “ngebor” Inul Daratista misalnya dimaknai beragam disatusisi
dikaitkan dengan moralitas disatusisi dikaitkan dengan seni itu sendiri.
Perbedaan
cara pandang ini dapat kita saksikan dalam peradaban Barat dan Islam mislanya
ketika seni itu berlandaskan ajaran agama maka tidak ada patung atau gambaran
manusia dalam bentuk telanjang utuh, tetapi ketika masuk ke dalam peradaban
Barat yang berlandaskan Hedonisme atau paham kesenangan maka seni dimaknai
sebagai “seni untuk seni” art for art kanyataan gambar telanjang utuh menjadi tidak
bermasalah.
Hal
inilah yang oleh Smuel P. Huntington
bahwa masa depan dunia akan
dilanda pertarungan nilai
dan Barat akan dipaksakan untuk tunduk dan hidup berdampingan dengan
sistem-sistem budaya lain di dun
Ajaran Islam adalah
ajaran- ajaran yang penuh dengan muatan-muatan nilai, sifat-sifat seperti sabar, siddiq (benar dalam
segala aspek) amanah, qonaah, optimis, menganjurkan umatnya untuk kaya
tetapi tidak kikir, sabar tetapi tidak tertindas, berjihad dalam arti
yang sesungguhnya dengan ilmu harta dan amal
nilai-nilai sebagaimana tersebut sehrusnya ditanggapi secara serius oleh
umatnya untuk dilaksanakan dan selalu menjadi umat yang terdepan didalam
berbagai aspek kehidupan.
Peranan guru dalam
menanamkan sifat-sifat ini dilembaga pendidikan atau dalam mata pelajaran Agama
Islam sangat besar, kenyataan
masyarakat Indonesia saat ini sangat mudah
tersinggung bertinadak anarchi bahkan tidak mudah percaya dengan
kebijakan-kebijakan pemerintah. walaupun memberikan nialai positif tetapi
dampak kerugian yang ditimbulkan akibat tindakan “hampa nilai” yang dilakukan
seolah-olah bangsa kita bangsa yang tidak bermoral.
Sebenarnya yang lebih
berhak maju adalah umat Islam dibanding degan Barat karena orientasi pandangan
hidupnya melampau dunia yakni akhirat
yang ukuran-ukurannya tak tampak, hanya pribadi dengan Tuhan lah yang
tahu tetapi karena “Miskin” amal sholeh teori dan operasioanal sehingga menjadi
“korban” dari peradaban dan globalises
Bagi umat Islam
al-Quran merupakan pedoman tertinggi dan sudah tidak dapat diragukan lagi
kebenarannya. al-Quran yang merupakan kitab suci penuh nilai positif harus
diterjemahkan kedalam kehidupan sehari-hari
sehingga isyarat-isyarat al-Quar yang berkaitan dengan amal sholeh dan
taqwa dilaksanakan dalam kegiatan seharti-hari.
Dari
diagram diatas kita dapat pahami bahwa sehebat apapun gagasan Quran tentang
kehidupan pada hakekatnya dikembalikan kepada kecerdasan berpikir umat islam
itu sendiri dalam menterjemahkan Quran. Sebagai contoh tentang kebersihan
al-Quran mengisyaratkan bahwa:
1. Wahyu
“Allah mencintai orang-orang yang
bertaubat dan mensucikan diri” (Q.S al-Baqarah/2:222)
2. Teori
Teori biasanya diperkuat oleh hadits dan
perkataan shahabat dan ulama misalnya “kebersihan sebagian dari iman”, “akal yang sehat terdapat dalam jiwa yang
sehat”
3. Konsep
Menghubungan kebersihan dengan faktor kesehatan sepeti
munculnya penyakit demam berdarah, alergi, AIDS yang merupakan diakibatkan dari
hidup dan kehidupan yang tidak bersih.
4. Pelaksanaan
Dilaksanakan dalam kehidupan real
masyarakat misalnya dengan membuang sampah pada tempatnya dan didukung dengan
peran serta pemerintah yang mengawasi bidang ini yang diikuti dengan peraturan
dan sangsi yang tegas
6.Kegiatan
Merupakan terjemahan dari pelaksanaan yang
diwujudkan dalam pelaksanaan nyata dan
menyentuh langsung kedalam aspek-aspek kehidupan bermasyarakat
7. Operasional
Suatu
pelaksanaan dimana nilai-nilai kebersihan terinternalisasi dalam setiap
individu masyarat.
Al-Quran
sebagai kitab suci umat Islam disamping sebagai pedoman hidup juga memiliki
keterkaitan-keterkaitan terhadap perkembangan pengetahuan dan tekhnologi
isyarat ilmu pengetahuan telah muncul dalam al-Quran tetapi karena kekurangan
Riset dan minimnya tekhnologi sehingga pengetahuan-pengetahuan lnialai dan
tekhnologi terkini ebih sering muncul dikalangan orang non Islam walaupun
peletakan dasar pengetahuan telah dilakukan oleh ulama-ulama Islam terdahulu
hal ini tidak lain karena minimnya pengetahuan dan kurangnya landasan
operasional pelaksanaan.
Dalam prakteknya hal
ini begitu sulit dilakukan mengingat tradisi, kultur dan budaya masyarakat
Indonesia yang paternalistik. Agar
supaya nilai tersebut “membumi”
dalam masyarakat yang diperlukan selanjutnya adalah tauladan dalam berbagai
aspek kehidupan dan dimulai dari “elit” masyarakat sebagaimana keberhasilan
Rasulullah Saw dalam berdakwah yang diantaranya karena beliau mencontohkan
sebelum melakukan dan mengatakan apa yang sudah dilakukan.
Untuk mewujudkan nilai
islam peran pendidikan menempati bagian
terpenting dalma rangka menyampaikan pesan-pesan nilai sosial islam kepada umat
dan masyarakat karenannya peran da’wah
dan pendidikan harus ditingkatkan dan diatur dengan manajemen yang bagus yang
tidak berorientasi pada materi tetapi pada nilai Islam itu sendiri.
Pendidikan atau da’wah bi
al-lisaan dalam proses pemidahan pengetahuan nilai keislaman baik dalam
bidang pendidikan kepada siswa dan masyarakat masih tetap diperlukan karena menumbuh kembangkan
nilai-nilai islam itu dimulai dari pemahaman terhadap islam itu sendri, namun
yang lebih penting adalah da’wah bi- al hall karena lebih utama dan langsung menyentuh
kepada masalah yang dihadapi umat permasalahan yang ada kemudian sulit bagi
umat saat ini untuk mencari pigur atau
tauladan yang baik (almasalul al-A’la/ idola) yang dapat menyesuaikan
dengan perkembangan masyarakat dan zaman.
Aspek perjuangan nilai Islam sesungguhnya diawali pada
perjuangan dengan menumbuh suburkan
aspek-aspek akidah dan etika dalam setiap diri pemeluknya. Untuk mewujudkan nilai sosial yang mantap
harus dilakukan beberapa tahapan yang meliputi
1. Keluarga
Yakni suatu
keluarga yang berkualitas. Setiap jiwa
bertanggung jawabuntuk menyucikan jiwa dan harta dengan memperhatikan pendidikan yang cukup
kepada pendidikan anank-anak dan istri
dan menciptakan hubungan yang serasi
antara semua anggota masyarakat
2. Kewajiban anggota masyarakat yang melahirkan hak-hak tertentu yang
sifatnya keserasian dan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat.
3. Pribadi dimana setiap orang
dituntut untuk dapat bertanggungjawab
baik kepada pribadi masyarakat dan Tuhan untuk dapat bekerja sesuai
dengan kemampuannya
Dari
segi kepentingan pendidikan nilai dilakukan dalam bentuk pendidikan keagamaan
dan pendidikan kebangsaan dilaksanakan disekolah-sekolah formal di Indonesia
mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi yang berupa
“titipan agama” berbentuk pendidikan agama dan budi pekerti “titipan kebangsan” atau nasionalis berupa
pendidikan kewarganegaraan atau yang dikenal dengan civic educations.
Pendidikan
moral yang dilkaksanaan pada masa orde baru dengan melakukan
penataran-penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) terbukti
tidak ampuh dalam menghadapi tantangan globalisasi
P4 yang disampaikan lebih bersipat
“doktrin” dari pada sebagai pesan moral dan diikuti hanya sebagai “syarat
kesetiaan” terhadap orde baru pada saat itu
yang dilakuykan hampir disemua lini pemerintahan dan swasta baik kepad
siswa karyawan apalagi kepada pejabat
pemerintahan terbukti “gagal” hal ini karena penanaman moral itu “hampa nilai”
dan tidak membumi atau terinternalisasi dalam masyarakat.
Seharusnya
dengan dilakukannya Penataran-penataran P4 bangsa Indonesia terbebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) tetapi apa yang terjadi kemudian adalah
sebalikanya dan sampai saat ini diantara “musuh” terberat yang dihadapi bangsa
ini adalah KKN.
Beberapa tahun lalu, dunia
pendidikan kita diramaikan oleh diskusi soal format baru pendidikan moral di
sekolah. Zaman Orde Baru, pendidikan moral itu selalu dikaitkan dengan
nilai-nilai dasar Pancasila sebagai filosofi atau pandangan-dunia bangsa
Indonesia yang kemudian disajikan dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang sebelumnya disebut Pendidikan Moral Pancasila.
Diskusi itu berusaha memberi ruang
lebih terbuka bagi pemaknaan moral bagi peserta didik. Gagasan yang melandasi
usaha ini adalah, pendidikan moral di sekolah yang berlangsung sebelumnya
terlalu negara-sentris, kering, hambar, bahkan cenderung ideologis dan pro-status
quo. Reformasi di bidang pendidikan moral di sekolah juga dipandang
mendesak karena diduga salah satu biang terpuruknya bangsa ini dalam krisis multidimensi
diakibatkan kegagalan pendidikan moral di sekolah.
Formulasi substansi dan materi
pengajaran pendidikan moral yang lama, terlalu berpola deduktif, khas kebijakan
politik Orde Baru yang ingin mengontrol semua bidang kehidupan. Pemaknaan
nasionalisme, misalnya, jarang sekali dikaitkan dari sudut pandang kelompok-
kelompok masyarakat yang begitu beragam. Nasionalisme disajikan dalam bentuknya
yang negara-sentris. Separatisme dimaknai secara hitam-putih tanpa dilihat dari
perspektif lebih luas. Sementara itu, nilai-nilai seperti kejujuran, ketulusan,
kebajikan, dan semacamnya, banyak tampil sekadar semacam petuah tanpa ekses
Pendidikan Nilai Agama Islam disekolah
Pendidikan agama Islam yang
dilalkukan disekolah formal di Indonesia SD/MI SMP/MTs SMA/MA/SMK dilakukan
dalam dua sisi
1. Sebagai
mata pelajaran Disekolah sekolah dibawah naungan diknas namun dibeberapa
sekolah dibawah naungan Diknas mengembangan sendiri muatan pendidikan islam
dengan istilah “muatan khususu” atau dirosah islamiyyah
karena KBK dan KTSP memungkinkan tentang hal tersebut dan pemerintah hanya
memberikan batasan minimal untuk mata pelajaran
2. Sebagai
rumpun mata pelajaran sebagaimana yang dilakukan di lembaga pendidikan yang
berada dibawah naungan Departemen Agama dengan mata pelajaran dengan sebutan
Aqidah akhlak,Fiqih, Sejarah Islam, Bahasa Arab dan al-Quran Hadits
Pendidikan
Agama Islam memiliki peran yang penting dalam menanamkan kepribadian dan akhlak
mulia siswa karena mata pelajaran ini mengandung muatan nilai, moral, etika
beragama karenanya seorang guru PAI memiliki peran terdepan dalam menanamkan
kesadaran nilai-nilai keagamaan tersebut
Beberapa karakteristik PAI dalam
buku pedoman khusus PAI sebagai berikut:
1.
PAI
merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok agama Islam
2. PAI bertujuan untuk membentuk peserta didik agar
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT
dan memiliki akhlak mulia
3. PAI mencakup tiga kerangka dasar, yaitu aqidah,
syariah, dan akhlak.
Materi esensia PAI
dapat dilihat dalam table berikut:
Pendidikan
di dalam Islam tidak dapat terlepas dari nilai keTuhanan yang bertujuan
terwujudnya insan yang muttaqiin
peranan PAI dalam hal ini begitu
penting falsafah Iqro misalnya dapat dijadikan
landasan untuk mengenal manusia secara utuh yang diciptakan tidak lain untuk
beribadah kepada Allah SWT.
Pendekatan
pendidikan keagamaan dalam penanaman nilai terhadap siswa berupa aqidah syariah dan akhlak pada gilirannya akan
membutuhakan pendidikan kontekstual dan multi disiplin ilmu tidak hanya
memberikan gambaran abstrak terhadap pelajaran yang akhirnya menjadi hampa
nilai. Hal inilah yag seharusnya dilakukan oleh para pendidik agama Islam.
Pendidikan
Agama Islam yang merupakan salah satu bagian dari mata pelajaran dalam
pendidikan di sekolah-sekolah formal harus juga dipadukan dengan materi-materi
pelajaran lain sehingga menjadi satu bagian yang utuh dan tidak terpisah
walaupun bukan menjadi objek kajian yang diprioritaskan tetapi “benang merah”
harus ada sehingga pembinaan moral nilai dan akhlak bukan hanya menjadi
tanggung jawab guru agama tetapi menjadi tanggung jawab semua orang yang
terlibat didalam pendidikan itu sendiri dan ada kesatuan yang utuh antara nilai agama, akhlak mulia, tidak dipisahkan
karena dunia pada dasarnya adalah jalan untuk mencapai kebahagiaan akhirat.
Wallohu a’lam
DAFTAR PUSTAKA